Senin, 27 Februari 2012

BEASISWA USHULUDIN UMS 2012 UNTUK KADER MUHAMMADIYAH PDF Print E-mail edit
Written by Administrator   
Monday, 27 February 2012 00:00

Program Studi Perbandingan Agama (ushuluddin) UMS bekerjasama dengan Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran mulai Tahun Akademik 2012 membuka Program Pendidikan Kader Ulama dan Mubaligh Muhammadiyah dengan  beasiswa penuh (Beaya Pendidikan dan Beaya Asrama) kapasitas maksimal 15 orang.

Program ini dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan calon ulama, mubaligh dan  dai Muhammadiyah, khususnya serta umat Islam pada umumnya. Lulusan ini akan ditugaskan selama setahun sebagai tenaga dari khusus Muhammadiyah di daerah seluruh Indonesia dengan gaji/honor 1.000,000 sd 1.500.000  per-bulan dibawah koordinasi Divisi Dakwah Khusus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Pendaftaran melalui Program Pondok Shabran via PWM dan PDM seluruh Indonesia. Persyaratan : (1) Lancar membada Al-Quran, diutamakan yang memiliki hafalan dan mampu menterjemahkan (tafsir), (2) memiliki kemampuan bahasa Arab setingkat Madrasah Aliyah, (3) Kader Persyarikatan ditunjukkan dengan KTA atau rekkomendasi dari Pimpinan Persyarikatan (PWM, PDM atau PCM) dan Ortom. Karena quota terbatas maka akan diadakan seleksi yang ketat melalui Ujian Masuk yang dirancang khusus oleh Tim PP Muhammadiyah untuk Pondok Shabran.

Disamping itu, dibuka juga program Beasiswa Kader Persyarikatan yang disediakan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta bagi mereka yang mendaftar melalui Program ODS (One Day Service) ADMISI PMB UMS 2012 serta lolos saringan tes wawancara. Lulusan program ini apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan Divisi Dakwah KHusus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dapat diikutsertakan sebagai tenaga Dai Khusus sebagaimana program Pondok Shabran di atas. (Sy.H.)

Senin, 09 Maret 2009

Naskah Manhaj Dakwah dan Tabligh

MANHAJ DAKWAH DAN TABLIGH

BERDASARKAN saran dan rekomendasi Komisi A (Bidang Penyusunan Manhaj Tabligh/Dakwah Muhammadiyah) pada Rapat Kerja Nasional MTDK di Semarang, 20-22 Pebruari 2009. Ketua Komisi : Bapak Wijdan Al-Arifin (MTDK PWM DIY). Pendamping dari MTDK PPM : H. Anhar Anshari, M.Ag., Syakir Jamaluddin, S.Ag., M.A., Drs. H. Risman Mukhtar, Eka Okrisal Putra, Lc., M.Ag., dan Fathurrahman Kamal, Lc., M.S.I. Juga berdasarkan saran dan pertimbangan pada pertemuan SC dan tim perumus, Kamis 26 Pebruari 2009 dan makalah Drs. H. Syamsul Hidayat, M.Ag.


I. PENGERTIAN MANHAJ
Secara leksikal,manhaj (منهج) atau minhaj (منهاج) berarti “jalan yang jelas” (الطريق الواضح). Berasal dari kata nahaja al-thariqu ( بمعنى وضح واستبان، وصار نهجا واضحا بينا نهج الطريق) : “jalan tersebut jelas dan terang.” Dalam surat Al-Ma’idah ayat 48 terbaca sebagai berikut :
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Al-Imam Al-Alusi dan Ibnu ‘Asyur menjelaskan “minhaj” sebagai jalan yang luas dan terang dalam agama.” Sementara menurut Ibnu Katsir dan Rasyid Ridla, tuntunan atau jalan yang mempermudah manusia menuju tujuannya tanpa tergelincir dan menyimpang.
Dengan penjelasan arti kata tersebut, manhaj tabligh/dakwah Muhammadiyah dapat diartikan sebagai, “sejumlah rumusan yang menjadi pijakan, prinsip dasar (mabda’/munthalaq), tujuan (ghayah), metode (thariqah), model pendekatan (uslub) dalam menjalankan aktifitas tabligh dan dakwah Persyarikatan Muhammadiyah yang bersifat komprehensif dan integral mencakup seluruh persoalan dakwah; keilmuan, praktek, pemikiran, perilaku muballigh/da’i termasuk seluruh organ amal usaha dan warga Persyarikatan dalam mewujudkan cita-cita suci Muhammadiyah : masyrakat Islam yang sebenar-benarnya, baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.”
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Q.S. Yusuf : 108)
Manhaj Dakwah/Tabligh Muhammadiyah bersumber pada Al-Qur’an al-Karim dan Sunnah Maqbulah, sebagaimana manhaj Muhammadiyah dalam ber-istidlal. Manhaj dakwah inipun bersifat terbuka dan toleran serta tidak mengklaim sebagai satu-satunya manhaj yang benar. Oleh karenanya manhaj ini selalu berpeluang untuk terus diperbaiki dan disempurnakan. Terlebih bahwa persoalan-persoalan tabligh dan dakwah akan semakin kompleks seiring dengan tantangan-tantangan multidimensional dan kemajuan hidup manusia di masa sekarang dan mendatang.

II. KONSEP TABLIGH/DAKWAH MUHAMMADIYAH
1. Pengertian dan Esensi Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab “دعوة” dari kata دعا- يدعو yang berarti “panggilan”, “ajakan” atau “seruan”. Ism Fa’il¬-nya ialah da’i/da’iyah (mufrad) dan du’at (jama’).
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisan Al-‘Arab mengatakan : du’at adalah orang-orang yang mangajak manusia untuk bersumpah-setia (bai’at) pada petunjuk atau kesesatan. Bentuk tunggalnya adalah da’i atau da’iyah, yang artinya orang yang mengajak kepada agama atau bid’ah. Dalam kata da’iyah, huruf “ha” berfungsi sebagai mubalaghah (superlatif). Nabi SAW juga disebut sebagai da’i Allah SWT. Demikian pula seorang mu’adzin disebut sebagai da’i, dan Nabi SAW adalah da’i umat atau yang mengajak mereka kepada tuhidullah dan taat kepadaNya.
Atas dasar itulah kemudian, istilah da’i dan da’iyah bermakna orang yang mengajak kepada petunjuk atau kesesatan. Makna semacam ini dipertegas oleh hadis Nabi SAW berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyah menjelaskan bahwa setiap da’i memiliki ciri khasnya sendiri, tergantung pada apa yang didakwahkannya. Ketika kata tersebut disandarkan kepada lafdz al-jalalah (الله) sehingga menjadi “داعي الله” maka ia mengandung spesifikasi makna dan aksentuasi tersendiri; yakni para da’I yang khusus menyeru kepada agama Allah SWT, beribadah kepadanya, ma’rifat serta mahabbah kepadaNya. Mereka itu adalah “khawwash khalqillah” (makhluk Allah SWT yang istimewa), termulia dan tertinggi kedudukan dan nilainya di sisi Allah SWT.
Menurut Syaikh Jum’ah Amin Abdul Aziz, da’i ilallah adalah orang yang berusaha untuk mengajak manusia, dengan perkataan dan perbuatannya, kepada Islam, menerapkan manhaj¬nya, memeluk akidahnya serta melaksanakan syariatnya.
Beberapa nash (teks) berikut ini menunjuk kepada makna (da’wah) ; menyeru dan menganjurkan manusia untuk iltizam dan menggembirakan mereka dengan Islam serta mengarahkan mereka kepadanya dengan berbagai media dan metode yang sesuai dengan prinsip syariah.
Al-Ahzab ayat 45-46 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
Al-Ahqaf ayat 31 :
يَاقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَءَامِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Yunus ayat 25 :
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
An-Nahl ayat 125 :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Al-Hajj ayat 67 :
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
Hadis Rasulullah SAW :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dengan penjelasan etimologis ini, Thayyib Barghuts, dalam karyanya “Manhaj Al-Nabiy fi Himayat al-Dakwah” mendefinisikan “dakwah” sebagai berikut :
“Sebuah kerja keras yang sistematis dan terstruktur bertujuan untuk mengenalkan hakekat Islam kepada semua manusia; melakukan sebuah perubahan yang mendasar dan seimbang dalam kehidupan mereka dengan jalan menunaikan segala kewajiban kekhalifahan untuk mencari ridla Allah dan menggapai kemenangan yang dijanjikanNya kepada orang-orang yang shalih dalam kehidupan akherat.”
Syekh Ali Mahfudz dalam kitab Hidāyat al-Mursyidīn mendefinisikan al-Da’wah al-Islamiyyah sebagai berikut:
حث الناس على الخير والهدى والارشادات والامر بالمعروف والنهى عن المنكر ليفوزوا بسعادة العاجل والآجل.
“Upaya membawa (mendorong) manusia kepada kebajikan, petunjuk dan bimbingan-bimbingan (Ilahiyah), beramar makruf nahi munkar, untuk menggapai keberhasilan hidup dunia dan akhirat”.
Prof. DR. Yunahar Ilyas menjelaskan sebagai berikut :
الدعوة تحويل الجهالة إلى المعرفة ثم إلى الفكرة ثم إلى الحركة ثم إلى الغاية (مرضاة الله)
“Dakwah ialah transformasi kebodohan kepada pengetahuan. Dari pengetahuan kepada ide. Dari ide menuju gerakan, kemudian kepada tujuan (ghayah) yaitu keridlaan Allah s.w.t. atau meninggikan Kalimat Alllah s.w.t.”
Menurut Prof. H M Amien Rais, “Dakwah pada pokoknya berarti ajakan atau panggilan yang diarahkan pada masyarakat luas untuk menerima kebaikan dan meninggalkan keburukan. Dakwah merupakan usaha untuk menciptakan situasi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam di semua bidang kehidupan. Dipandang dari kacamata dakwah, kehidupan manusia merupakan suatu kebulatan. Sekalipun kehidupan dapat dibedakan menjadi beberapa segi, tetapi dalam kenyataan kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan.”
Dalam perspektif tafsir maudlu’iy (tematik), kata “da’wah” ditemukan sebanyak 46 kali; 39 kali dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak kepada neraka atau kejahatan. Berdasarkan makna yang terbaca dalam Al-Qur’an, secara terminologis, dapat didefinisikan sebagai “kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah SWT dan istiqamah di jalanNya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah SWT.”
Kata “mengajak”, “mendorong” dan “memotivasi” merupakan kegiatan dakwah yang berada dalam lingkup tabligh. Kata “bashirah” untuk menunjukkan bahwa dakwah harus dengan ilmu dan perencanaan yang baik. Kalimat “meniti jalan Allah SWT” untuk menunjukkan tujuan dakwah yaitu mardlatillah. Kalimat “istiqamah di jalanNya” untuk menunjukkan dakwah yang berkesinambungan. Sedangkan kalimat “berjuang bersama meninggikan agama Allah SWT” untuk menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya untuk menciptakan kesalehan pribadi, tetapi juga harus menciptakan kesalehan sosial.
Dalam kaitan pengertian dan esensi dakwah tersebut di atas, berikut ini tafsir dan penjelasan beberapa ayat penting yang berkaitan dengan dakwah dan sering menjadi acuan dari gerakan Muhammadiyah maupun ortomnya, yaitu Al-Quran surah Ali Imran 104 dan 110 dan Surat Yusuf ayat 108.
• Tafsir Ali Imran 104
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”
Ayat ini berkaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang sifat Ahlul Kitab yang lebih memilih jalan kesesatan dan kekafiran. Bahkan mengajak orang lain untuk memilih kesesatan dan kekafiran setelah keimanan mereka. Dilanjutkan dengan penjelasan pentingnya beri’tisham kepada agama Allah sebagai jalan menuju petunjuk Allah. Maka Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk kembali bertakwa kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya, berpegang teguh kepada tali-Nya (al-Islam: Al-Quran wa al-Sunnah), dan membangun ukhuwwah atas landasan takwa dan i’tisham bi hablillah tersebut. (Ali Imran 100-103).
Ayat 104 ini justru membicarakan bagaimana menegakkan dan memelihara masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Allah yakni dengan jalan dakwah dan amar makruf nahi munkar. Maka pembahasan ayat ini biasa mencakup tentang cakupan kewajiban dakwah (berkaitan dengan pelaku dan obyek dakwah), materi dakwah, langkah-langkah dakwah (berkaitan metode dan sarana) dan tujuan akhir dakwah Islam.
Berkaitan dengan pembahasan yang pertama dalam beberapa tafsir disebutkan tentang apakah kewajiban dakwah tertuju kepada setiap individu atau sebagian individu yang memiliki kompetensi. Ini berkaitan dengan pembahasan tentang minkum (منكم), apakah min itu bermakna tab’id (ba’dhiyyah) atau tabyin (bayaniyyah).
Pendapat pertama yang melihat min sebagai ba’diyyah, maka kewajiban dakwah itu tidak tertuju kepada setiap individu, tetapi kepada sebagian yang memiliki kompetensi, baik kompetensi ilmu, visi dan ketrampilan menjalankan kegiatan dakwah dan amar makruf nahi munkar.
Pendapat yang kedua yang memandang min sebagai bayaniyyah, berimplikasi pada pemahaman bahwa kewajiban dakwah jatuh kepada setiap individu, tanpa kecuali. Pemahaman ini diperkuat dengan isyarat dalam surah al-’Ashr, yang menyatakan bahwa orang yang tidak ingin jatuh kepada kehancuran, kerugian, tidak ada jalan lain kecuali dengan beriman, beramal dan bertausiyah bil-haq dan bil-shabr.
Beberapa ulama mengkompromikan dua pendapat tersebut. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa jika dakwah yang dimaksud adalah dakwah yang sempurna, yakni dakwah yang sistematis, terencana program dan langkah-langkahnya, maka hal itu menjadi kewajiban bagi mereka yang memiliki kompetensi untuk itu (wajib kifayah). Sedangkan jika dakwah dimaknai sebagai ajakan atau tausiyah tentang kebenaran (al-haq) sesuai dengan kemampuan masing-masing, maka dakwah adalah kewajiban individual (wajib ain).
Kajian berikutnya berkaitan dengan terminologi al-ummah al-da’iyyah. Al-Imam Al-Raghib al-Asfahani, menyebutkan bahwa kata al-ummah berakar pada kata al-umm yang berarti induk (asl al-mas’alah), ibu (orang tua perempuan, al-walidah). Ia mendefinisikan al-umm sebagai (كل شيئ ضم اليه سائر ما يليه يسمى أما). Sementara kata al-ummah didefinisikan sebagai berikut:
الامة : كل جماعة يجمعهم أمر واحد إما دين واحد أو زمان واحد أو مكان واحد سواء كان ذلك الامر الجامع تسخيرا أو اختيارا.
Definisi yang terakhir ini agaknya sejalan dengan pemahaman Muhammadiyah yang memahami bahwa al-ummah sebagai organisasi yang tertib kepemimpinan, keanggotaan, dan hubungan antara keduanya.
Berkaitan dengan materi dakwah pembahasan diarahkan kepada penggalian makna al-khair, al-ma’ruf dan al-munkar.
Al-Khair dalam ayat ini menurut Ibn Katsir dengan mengutip Sabda Rasul SAW adalah ittiba’ al-Quran wa al-Sunnah, mengikuti Al-Quran dan Al-Sunnah. Sementara Imam Al-Raghib al-Asfahani mendefinisikan al-Khair sebagai berikut:
الخير ما يرغب فيه الكل كالعقل مثلا والعدل والفضل والشىء النافع وضده الشر.
Kemudian ia membagi membagi al-khair dalam dua bentuk: al-khair al-muthlaq dan al-khair al-muqayyad. Al-Khair al-Muthlaq diartikan segala yang dipandang baik dan tidak dapat ditolak kebaikannya oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Sementara al-khair al-muqayyad adalah sesuatu yang dipandang baik oleh sebagian orang tetapi dipandang kejelekan oleh yang lain.
Tauhid dan tttiba’ al-Quran wa al-Sunnah, menurut tafsir Ibnu Abbas, merupakan al-khair al-mutlaq. Dan dalam konteks ayat 104 di atas, al-khair sebagai materi utama dakwah sekaligus landasan dakwah, yakni tauhid dan ittiba’ al-Quran wa al-Sunnah.
Al-Ma’ruf: menurut al-Maraghi adalah apa yang dianggap baik oleh syari’at dan akal, sedangkan al-munkar adalah lawannya. Al-Asfahani menjelaskan makna al-ma’ruf dan al-munkar sebagai berikut:
المعروف اسم لكل فعل يعرف بالعقل أو الشرع حسنه والمنكر ما ينكر بهما.
Quraish Shihab menjelaskan al-khair, al-ma’ruf dan al-munkar merupakan tema-tema pokok gerakan dakwah Islam. Al-Khair dalam konteks ayat ini merupakan nilai kebajikan yang bersifat tetap dalam Islam, di mana setiap orang mesti menerimanya dan menjadi tolok ukur atas yang lainnya, yakni nilai-nilai al-ma’ruf dan al-munkar.
Kebajikan dalam al-ma’ruf merupakan nilai-nilai yang relatif terbuka untuk menerima perubahan, perkembangan dan perbedaan. Penerimaan dan adaptasi nilai-nilai al-ma’rufaat dan nilai-nilai al-munkaraat ini harus melibatkan al-khair sebagai filter dan tolok ukurnya.
Esensi dakwah Islam adalah tegaknya nilai-nilai al-khair yang bersifat tetap dan universal, dan al-ma’ruf yang bersifat dinamis terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat, dan tereliminasikannya nilai-nilai al-munkarat, yang cakupannya juga berkembang sejalan dengan perkembangan nilai yang ada di masyarakat.
Sekumpulan (ummah) kaum mukminin yang dapat mengerakkan dan mensosialisasikan tegaknya al-khair dan menyuruh kepada al-ma’rufat dan mencegah al-munkarat itulah yang akan memperoleh kemenangan,dan kebahagiaan dunia-akhirat.
• Tafsir Ali Imran 110:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Kandungan ayat ini terkait erat dengan ayat-ayat sebelumnya, mengenai peringatan tentang perselisihan Ahlul Kitab atas petunjuk-petunjuk agama Allah, dan perintah kepada orang-orang beriman untuk bertakwa, berpegang teguh pada tali Allah, menjalin ukhuwwah dan kesatuan ummah, serta membangun jamaah (ummah) yang menegakkan dakwah kepada al-khair, mengajak al-ma’ruf dan mencegah al-munkar. Seakan memberi pemahaman bahwa tuntutan dan perintah tersebut terlahir karena umat Islam adalah umat terbaik yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Atau dapat juga memberi pemahaman bahwa umat Islam dalam memenuhi tuntutan dan perintah tersebut merupakan prasyarat untuk menjadi ummat terbaik.
Kata kuntum (كنتم) dalam ayat di atas dipahami dalam dua pemahaman. Yang pertama memahami “kana” sebagai kata kerja yang sempurna(كان تامة) , sehingga dipahami bahwa umat Islam itu wujudnya merupakan sebaik-baik ummat yang menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Yakni bahwa di mana dan kapan saja umat Islam yang ideal adalah sebaik-baik umat manusia. Sedangkan yang kedua, berpandangan bahwa kana bukanlah kata kerja yang sempurna (كان ناقصة), yang implikasi pemahamannya adalah bahwa wujudnya khaira ummah telah ada di masa lalu, tanpa penjelasan waktu kapan terjadinya dan tidak juga mengandung isyarat bahwa ia pernah tidak ada atau suatu ketika akan ada. Jika demikian, simpul Quraish, ayat ini bermakna kamu dahulu dalam ilmu Allah adalah sebaik-baik umat. Dalam pemahaman ini khaira ummah sering dihubungkan dengan sabda Nabi SAW:
عَنْ عَبِيدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ (رواه البخارى وغيره)
Dengan demikian, khaira ummah adalah kondisi ideal umat Islam, yang akan ditegakkan dengan dakwah, yakni umat yang menegakkan al-amr bil ma’ruf dan al-nahy ‘ani al-munkar, dan beriman kepada Allah.
Al-Maraghi menjelaskan tentang syarat-syarat pelaku dakwah yang akan menegakkan amar makruf nahi munkar, yaitu:
Hendaknya memahami Al-Quran, al-Sunnah, Sirah Nabawiyah dan Sahabat (al-Khulafa al-rasyidun).
Hendaknya pandai membaca situasi orang-orang yang akan dan sedang menerima dakwahnya, meliputi minat, kemampuan, sosio-kultural, tabi’at dan akhlaknya.Memahami bahasa umat yang yang dituju oleh dakwahnya, termasuk kebudayaannya.
Mengetahui agama-agama, aliran-aliran yang ada di masyarakat, agar juru dakwah dapat mengetahui dan menjelaskan kelemahan dan kekeliruan agama-agama dan aliran-aliran yang ada, dan menunjukkan keunggulan Dinul Islam.
• Tafsir Surat Yusuf 108:
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِين
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf: 108)
Ayat ini kritik kepada kebanyakan manusia yang tidak mau memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di langit dan di bumi, yang menunjukkan Allah adalah Esa dan hanya kepada-Nya segala urusan dikembalikan. Maka Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar beliau menyampaikan bahwa jalan dan manhaj yang ditempuhnya adalah dakwah kepada agama Allah, bertauhid dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Dakwah itu juga digerakkan oleh para pengikut Rasulullah berdasarkan hujjah yang jelas dan nyata.
Sabil dalam ayat di atas adalah sabīlullāh, yakni thariq al-haqq. Majelis Tarjih mendefinisikan sabilullah adalah jalan yang mengantarkan kepada apa-apa yang diridhai oleh Allah, yaitu menjalankan perintah, menjauhi larangan dan segala perbuatan yang diijinkan oleh Allah dan Rasulullah.
Basirah sebagaimana al-Maraghi bermakna al-hujjah wa burhan (argumen dan bukti-bukti). Ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama Allah yang hanif tidak sekedar menuntut agar manusia menerima begitu saja ajaran-ajaran dan doktrin-doktrinnya, tetapi ia adalah agama yang disertai hujjah dan burhan. Sementara itu, Muhammad bin Salih a-Utsaimin menjelaskan bahwa yang dimaksud bashirah ada tiga hal, yaitu (a)’ilmu al-Quran wa al-Sunnah, (2) al-ilm bi al-ahkam al-syar’iyyah, yakni pengetahuan para da’i tentang ilmu al-ahkam al-syar’iyyah, dan (c) al-’ilm bi kaifiyah al-da’wah wa ahwal al-mad’uwin, ilmu tentang metode dakwah dan kondisi mad’u. Di sini ada paralelisasi dengan konsep al-khair yang terdapat dalam Ali Imran 104, yaitu bahwa gerakan dakwah Islam harus menjadi gerakan dan amal jama’i, yang berlandaskan kepada basirah dan al-khair untuk menuju khaira ummah.
• Tafsir Al-Nahl: 125
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dalam ayat-ayat ini terdapat konsep-konsep yang berkaitan dengan metode dan strategi dakwah Islam, yaitu konsep al-hikmah, al-maw’izhah al-hasanah dan al-jidal.
Nasiruddin al-Baidhawi memaknai al-hikmah dengan perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran, dan menghilangkan syubuhat. Sedangkan al-maw’izhah al-hasanah adalah ungkapan-ungkapan jelas yang dapat memberi kepuasan kepada orang awam. Dan al-jidal al-ahsan sebagai percakapan dan perdebatan yang dapat mematahkan argumen dan memuaskan penentang.
Pemaknaan al-Baidhawi di atas sejalan dengan penjelasan Syeikh Øālih al-Uthaimin dalam kitab Syarh Thalāthatul UÎūl, yang mengatakan bahwa tingkatan dakwah Islam berkaitan dengan metode dan pemahaman tentang kondisi mad’u ada tiga atau empat, sebagaimana ditunjukkan oleh QS. Al-Nahl: 125 dan Al-Ankabut: 46, yaitu: (1) dakwah kepada orang-orang yang memiliki ilmu dan siap menerima kebenaran, maka kepada mereka dakwah dilakukan dengan al-hikmah, yakni dalil-dalil yang pasti yang dapat menjelaskan kebenaran dan menghindari kesalahpahaman. (2) dakwah kepada kaum awam yang kurang ilmunya tetapi siap menerima kebenaran, kepadanya diberikan al-maw’izah al-hasanah, (3) dakwah kepada kaum yang suka berdebat dan menentang atau menolak kebenaran dengan al-jidal al-ahsan. Dan yang keempat (4) yakni dakwah kepada orang-orang yang menolak dan memusuhi kebenaran Islam dan menzhalimi umatnya, maka dakwah kepada mereka dengan memerangi mereka.
Berkaitan dengan metode dan setrategi dakwah ini, Yunahar Ilyas mengemukakan ada lima tahapan (marhalah) dakwah: (1) marhalah tabligh, penyampaian pesan, (2) marhalah ta’lim, pengajaran, (3) marhalah takwin, pembinaan, (4) marhalah tanzhim, pengorganisasian dan (5) marhalah tanfidz, pelaksanaan.
Dalam tahapan-tahapan di atas, tabligh merupakan tahap awal dari kegiatan dakwah secara keseluruhan. Untuk dapat berhasil mengajak mad’u memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupannya, masih diperlukan tahap-tahap lanjutan setelah tabligh. Oleh sebab itu, dakwah tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus ada sinergi, bersama-sama dan bekerjasama satu sama lain dalam suatu manajemen yang kompak.
Penentuan media yang digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan fasilitas yang ada serta kebutuhan dan kemampuan penerimaan sasaran dakwah. Apakah akan menggunakan media tradisional dan manusia atau akan menggunakan media modern, seperti teknologi informasi, elektronik ataupun audiovisual. Sedangkan metode dan pendekatan yang digunakan, selain mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi, tidak boleh dilupakan adalah bahwa semua metode dakwah yang digunakan haruslah sejalan dan tidak bertentangan dengan nas-nas Al-Quran dan al-Sunnah.
2. Perintah Dakwah dalam Al-Qur’an dan Sunnah
a) An-Nahl ayat 125
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
b) Alu Imran ayat 110
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
c) Al-Taubah ayat 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Pada Al-Taubah ayat 67, Allah SWT menerangkan sifat orang-orang munafiq sebagai berikut :
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
d) Al-Ma’idah ayat 78-79
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ. كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
e) Al-‘Ashr ayat 1-3
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
f) Hadis Riwayat Imam Bukhari rahimahullah
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ خَطَبَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ قَالَ أَتَدْرُونَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ فَقَالَ أَلَيْسَ ذُو الْحَجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَتْ بِالْبَلْدَةِ الْحَرَامِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
g) Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
قَالَ أَبُو سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
h) Hadis riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ
3. Keutamaan Dakwah dalam Al-Qur’an dan Sunnah
a) Fushshilat ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
b) Al-Ahzab ayat 45-46; profesi yang sangat mulia pada diri Rasulullah s.a.w.
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
c) Hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
d) Sabda Rasulullah SAW kepada Ali Bin Abi Thalib (Muttafaq ‘alaihi) :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَوَاللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
e) Hadis riwayat Imam Tirmidzi rahimahullah
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
4. Hakekat dan Sifat Dasar Dakwah Islam
a) Dakwah Islam adalah ajakan yang tujuannya dapat tercapai tanpa paksaan (persuasif).
لاإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ
b) Dakwah Islam adalah seruan untuk berfikir, berdebat dan berargumen dengan kebenaran (rasional-intelektual). Dakwah bukan kegiatan indoktrinasi dan dogmatis.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
c) Dakwah Islam adalah universal, diserukan kepada semua umat manusia.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
d) Dakwah merupakan tugas mulia yang mesti dilaksaakan dengan sungguh-sungguh dan kontinyus.
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا. فَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلَّا فِرَارًا. وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي ءَاذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا. ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا. ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا. فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
e) Dakwah kepada al-haq akan selalu berhadapan dengan dakwah kepada al-bathil
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ. تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ
f) Jalan dakwah tidak selalu mulus, sarat dengan tantangan dan rintangan
أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا اللَّهُ جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرَدُّوا أَيْدِيَهُمْ فِي أَفْوَاهِهِمْ وَقَالُوا إِنَّا كَفَرْنَا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ وَإِنَّا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَنَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ
g) Dakwah Islam bukan pemabawa psikotrapik. Dakwah bukalah suatu pekerjaa magis, ilusi atau usaha untuk menyenangkan kesenangan atau bentuk-bentuk sikotepia lainnya. Atas dasar ini –dakwah Islam tidak dilakukan denga psikotrapik- maka, mengalihka agama seseorang yang sadar dengan cara-cara magic, mistis, atau kimiawi meruakan tindakan tidak bermoral.

5. Fungsi dan Tujuan Dakwah Islam
Agar aktivitas dakwah yang kita lakukan selalu berada pada flatform yang semestinya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada tinjauan terminologi sebelumya, fungsi dan tujuan dakwah perlu ditegaskan sebagai berikut :
a) Menyebarkan Islam dan ajaran tauhid kepada semua manusia, sebagai individu ataupun masyarakat, sehingga mereka merasakan Islam rahmatan lil-‘alamin.
b) Menumbuhkan kesadaran tentang kewajiban eksistensial manusia di dunia; menunaikan amanah kekhalifahan di bumi.
c) Menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-nya, Nabi Muhammad saw., menjauhi segala larangan-larangan guna mendapat karunia dan ridha-nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, menuju baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
d) Melestarikan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi di kalangan umat Islam. Meluruskan akhlaq manusia, amar ma’ruf dan nahi munkar, mengeluarkan manusia min al-dzulumat ila al-nur.
e) Menumbuhkan kesadaran tentang kehidupan akherat sebagai terminal akhir eksistensi kehidupan manusia di dunia. Pewarisan surga sebagai cita-cita tertinggi kehidupan mereka.

6. Misi Tabligh/Dakwah Muhammadiyah
Rumusan misi tabligh dan dakwah Muhammadiyah secara jelas dapat kita baca pada pernyataan jati diri dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah berikut ini.
• Jati diri Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah suatu Persyarikatan yang merupakan “Gerakan Islam”. Maksud gerakan ialah Dakwah Islam dan amar ma’ruf dan nahi munkar yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat
Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi menjadi dua golongan :
 Kepada yang telah Islam bersifat pembaruan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni;
 Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar bidang kedua ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan, bimbingan dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan dengan bermusyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridhaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai. Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuan ialah mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah subhanahu wata’ala.
• Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH)
1) Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khaifah Allah di muka bumi.
2) Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada RasulNya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad s.a.w. sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
3) Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
 Al-Qur’an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
 Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ; dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4) Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang :
 Aqidah. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
 Akhlak. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
 Ibadah. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
 Muamalah Duniawiyah. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat dunyawiyah (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
5) Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT (Surah Saba’ ayat 15) :بلدة طيبة ورب غفور
7. Pengembangan Konsep Dakwah Muhammadiyah
Sebagai gerakan dakwah yang multidimensi, Muhammadiyah senantiasa melakukan revitalisasi sebagai upaya penguatan terus-menerus langkah-langkah dakwah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif menuju terwujudnya cita-cita dan tujuan Muhammadiyah, yaitu masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Peningkatan intensitas dan ekstensitas dakwah Muhammadiyah selalu menjadi agenda penting Muhammadiyah dari waktu ke waktu.
Secara historis-kronologis dapat diketahui, bahwa Muhammadiyah selalu meninjau dan menyempurnakan konsep dakwahnya, baik dalam tataran teoritik-ideologis maupun pada tataran strategi, taktik dan teknis operasional.
Pada tataran ideologis, Muhammadiyah senantiasa merumuskan kembali prinsip-prinsip perjuangan dan dakwahnya, ketika terjadi perubahan di dalam masyarakat. Perubahan dimaksud, bukan diarahkan kepada pergeseran haluan dakwah, tetapi lebih pada penyempurnaan konsep ideologisnya sebagai antisipasi atas perubahan sosial yang terjadi. Hal ini dapat dikaji, betapa konsistensi pemikiran dan prinsip dakwah Muhammadiyah, mulai dari Muqadimah AD, Kepribadian Muhammadiyah, Keyakinan dan Cita-cita Hidup, hingga Pedoman Hidup Islami.
Buku konsep dakwah Muhammadiyah yang dipandang memiliki cakupan cukup lengkap adalah buku dengan judul “Islam dan Dakwah: Pergumulan antara Nilai dan Realitas” yang disusun dan diterbitkan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah 1985-1990 yang disunting oleh Ahmad Watik Pratiknya, anggota pengurus Majelis Tabligh pada saat itu. Buku tersebut memuat pokok-pokok pikiran mengenai: (1) Pandangan Hidup Islam, seperti konsep Islam, Iman, Ihsan dan Taqwa, hakekat ibadah dan akhlak, (2) Islam sebagai landasan kehidupan muslim, seperti Islam sebagai sumber hukum, Islam sebagai sumber konsep, pandangan Islam tentang keadilan sosial, kebudayaan, kekuasaan, ekonomi dan pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan Islam dalam dinamika sejarah, (3) hakekat Muhammadiyah, (4) Gambaran masyarakat Indonesia, (5) Identifikasi Permasalahan Dakwah, (6) Pola Kebijaksanaan Dakwah Muhammadiyah dan (7) Kompetensi Da’i dan Mubaligh Muhammadiyah.
Muhammadiyah memandang bahwa dakwah memiliki pengertian yang luas, yakni upaya untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran Islam ke dalam kehidupan yang nyata. Dengan demikian, dakwah dapat bermakna pembangunan kualitas sumberdaya insani, pengentasan kemiskinan, mencerdaskan masyarakat. Juga dapat berarti perluasan penyebaran rahmat Allah, seperti telah ditegaskan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin.
Dengan pemaknaan yang luas itu, maka sebenarnya seluruh dimensi gerakan dan usaha Muhammadiyah adalah dakwah, sehingga tafsir dakwah Muhammadiyah diwujudkan dalam usaha-usaha penanaman ideologi, pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan, tabligh dan penyiaran Islam, tarjih dan pengkajian pemikiran Islam, gerakan perempuan (Aisyiyah), pembinaan generasi muda (melalui organisasi otonom: Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, Kepanduan Hizbul Wathon, dan Seni Beladiri Tapak Suci).
8. Dakwah Khusus
Dakwah khusus pada masyarakat di daerah tertinggal dan terpencil telah dimulai oleh Persyarikatan Muhammadiyah secara terprogram sejak tahun 1975 yang secara teknis dikelola oleh sebuah lembaga khusus yang kemudian dikenal dengan Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berkedudukan di Jakarta. Setelah Muktamar tahun 2000 LDK diga-bungkan kepada Majelis Tabligh yang kemudian menjadi Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK).
a) Pengertian
Perubahan paradigma dakwah khusus pasca muktamar 47 tahun 2005 adalah memperluas jangkauan sasaran dakwah khu-sus tidak hanya terbatas pada masyarakat terpencil dan tertinggal (dahulu istilahnya terasing) serta daerah transmigrasi, akan tetapi menjangkau komunitas masyarakat yang memiliki tipologi khusus yang selama ini belum tergarap dengan program dakwah yang bersifat konvensional.
Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa dakwah khusus adalah program dakwah yang ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu melalui pendekatan-pendekatan khusus sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

b) Tujuan dan Sasaran Yang Ingin Dicapai
Tujuan dakwah khusus pada hakikatnya sama dengan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu: ”Menegakkan dan menjun-jung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan yang tertera dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhamma-diyah, yaitu:
1. Kepada yang belum beragama Islam, supaya masuk ke dalam agama Islam.
2. Kepada yang beragama Islam, agar mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh dan benar.
Selain dari tujuan dan sasaran sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan fungsi dakwah sebagai sebuah proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik, maka dakwah khu-sus harus dirancang dalam sebuah program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan menuju terciptanya kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
c) Daerah Binaan Dakwah Khusus
1. Daerah Terpencil dan Tertinggal
Tipologi daerah terpencil dan tertinggal sebagai berikut:
a. Terpencil, artinya desa-desa yang secara geografis masih terisolir, jauh dari jangkauan transportasi umum, seperti desa-desa atau kecamatan yang terletak di pedalaman.
b. Tertinggal, artinya daerah-daerah yang masih belum ter-sentuh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas SDM dan tingkat kehidupan sosial ekonomi nya masih sangat rendah. Daerah dengan tipologi ini masih sangat banyak jumlahnya, terutama di wilayah Indonesia Timur dan beberapa daerah di belahan lain di pelosok Indo-nesia.
Tujuan :
a. Menumbuhkan kecintaan dan semangat masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
b. Memberikan motivasi agar masyarakat membuka diri untuk menerima berbagai perubahan untuk meningkatkan kese-jahteraan hidup lahiriyah dan batiniyah.
2. Daerah Rawan Pemurtadan
Masyarakat terpencil dan tertinggal dengan indikasi utama nya kemiskinan dan kebodohan dan masih jauh dari berbagai kemajuan peradaban, pengetahuan dan informasi pada giliran nya dapat juga menjadi daerah rawan pemurtadan, karena pada masyarakat yang secara sosial ekonomis hidup di bawah garis kemiskinan menjadi lahan empuk bagi missionaris untuk memur-tadkan mereka.
Tujuan :
a. Memantapkan aqidah umat agar tidak mudah terpengaruh dengan gerakan pemurtadan pihak non muslim.
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui usaha peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam berusaha.
c. Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat me-rugikan kepentingan umat Islam.
3. Daerah Minoritas Islam
Di beberapa daerah minoritas muslim di Indonesia, seperti di Bali, Nusa Tenggara (NTT), dan beberapa daerah kabupaten di propinsi-propinsi di wilayah Indonesia Timur, Mentawai Sumatera Barat, dan beberapa kabupaten di Sumatera Utara seperti Pulau Nias, Tarutung dan Karo Sumatera Utara umat Islam sering kali menghadapi kesulitan dalam melaksanakan ibadah dan kewajib-an keagamaan lainnya sesuai tuntunan Alquran dan Assunnah karena berbenturan dengan kondisi lingkungan yang mayoritas non muslim. Keadaan tersebut juga sangat berpengaruh terha-dap penyelenggaraan pembinaan umat melalui kegiatan tabligh dan dakwah, karena selain dari faktor lingkungan yang tidak kondusif, faktor kekurangan tenaga dai atau muballigh dan ke-mampuan finansial yang sangat terbatas menyebabkan gerakan dakwah dan pembinaan umat menjadi lamban.
Tujuan :
a. Memelihara kecintaan dan semangat masyarakat dalam mempertahankan aqidah Islam.
b. Membantu masyarakat untuk membuka akses dengan ke-lompok masyarakat Islam di daerah lain.
c. Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat me-rugikan kepentingan umat Islam.
4. Daerah Transmigrasi
Secara umum kondisi masyarakat transmigrasi di berbagai daerah masih menghadapi tantangan dan permasalahan yang sulit dan berat, antara lain dalam hal:
a. Keuangan atau modal pengembangan usaha
b. Pemasaran hasil pertanian
c. Sarana dan prasarana transportasi
d. Sarana pendidikan
e. Fasilitas ibadah
Selain keadaan ekonomi, pendidikan dan sarana ibadah yang masih terbatas, persoalan lain yang cukup berpengaruh adalah terjadinya benturan budaya dan gesekan kepentingan sebagai konsekwensi logis dari kemajemukan masyarakat trans-migrasi dilihat dari sudut etnis dan agama. Tidak jarang juga terjadi benturan kepentingan masyarakat transmigrasi sebagai pendatang dengan masyarakat pribumi. Keadaan tersebut masih terdapat di sebahagian besar daerah-daerah transmigrasi di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Keadaan ekonomi masyarakat muslim di daerah transmig-rasi yang masih berada di bawah garis kemiskinan itu pula kemu-dian menjadi celah dan peluang bagi pihak non muslim untuk melakukan gerakan pemurtadan.
Tujuan :
a. Membantu masyarakat dalam memperoleh bimbingan kehi-dupan beragama yang lebih baik.
b. Membantu dan mendorong masyarakat membangun kerja-sama dalam bidang ekonomi melalui kelompok usaha tani dan mendirikan lembaga keuangan mikro syariah(koperasi).
5. Masyarakat Korban Bencana
Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat korban bencana bukanlah sekedar hancurnya sarana dan prasarana ekonomi, infra struktur pemerintahan, fasilitas pendidikan dan ibadah serta kehilangan lapangan usaha yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian, kehilangan anggota keluarga yang selama ini menjadi tulang punggung rumah tangga, begitu juga anak-anak yang menjadi tumpuan harapan masa depan, akan tetapi mereka juga menderita goncangan kejiwaan berupa depresi, trauma masa lalu, stress dan lain sebagainya.
Daerah korban bencana yang relatif kehidupan sosial ekonomisnya cukup parah, apalagi sebahagian besar masya-rakatnya belum dapat melakukan aktifitas ekonomi sebagai mana mestinya disebabkan seluruh harta benda dan lapangan usaha yang mereka miliki sebelumnya telah hancur berantakan, ternya-ta menjadi incaran para missionaris kristen untuk melakukan gerakan pemurtadan seperti fakta dan data yang ditemukan di berbagai wilayah Aceh yang terkena bencana tsunami.
Maka program dakwah yang dirancang secara khusus juga merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kem-bali kondisi sosial masyarakat korban bencana.
Daerah korban bencana yang patut mendapat prioritas, diantaranya adalah wilayah pantai barat propinsi Aceh, antara lain mulai dari Aceh Utara sampai ke Calang dan Meulaboh Aceh Barat, termasuk juga Simelue dan Pulau Nias Sumatera Utara.
Tujuan :
a. Pemantapan aqidah dan penguatan iman masyarakat agar bebas dari penyakit depresi, stress dan trauma.
b. Melakukan advokasi agar terhindar dari usaha-usaha pemur-tadan yang dilakukan oleh pihak non muslim.
c. Membantu dan mendorong masyarakat untuk melakukan akti-fitas usaha ekonomi dan normalisasi kehidupan sosial.
6. Komunitas Adat
Dahulu dikenal dengan istilah masyarakat terasing, seperti masyarakat pedalaman Irian yang masih akrab dengan koteka dan berbagai symbol budaya dan adat istiadat yang secara kental mereka laksanakan sebagai pola hidup dan sekaligus keperca-yaan dengan seperangkat kegiatan ritual yang menyatu dengan kehidupan mereka sehari-hari. Di pedalaman Kalimantan ada suku Dayak, suku Badui di propinsi Banten. Ada suku Kubu di propinsi Jambi, Talang Mamak dan Sakai di Riau, dan Suku Laut di Kepulauan Riau.
Tipologi komunitas adat tersebut antara lain :
a. Ketat dengan adat istiadat yang mereka miliki.
b. Sebagian besar mereka belum menganut salah satu agama.
c. Mata pencaharian bertani, nelayan dan hidup berpindah-pindah (nomaden).
d. Belum tersentuh oleh berbagai kemajuan pengetahuan dan teknologi moderen.
e. Sulit untuk menerima perubahan
Dakwah di kalangan komunitas adat memerlukan strategi dan pendekatan-pendekatan khusus dengan mempertimbang kan faktor-faktor sosial budaya masyarakat adat setempat dan kemampuan dalam memanfaatkan symbol-simbol budaya mereka sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dak-wah. Pemahaman dan kemampuan untuk berbicara dengan bahasa dan budaya mereka adalah sesuatu yang menjadi sangat penting dalam melaksanakan tugas-tugas dakwah di kalangan komunitas adat tersebut.
Tujuan :
a. Berusaha untuk mengenalkan berbagai perubahan dan kema-juan yang terjadi di sekitar mereka.
b. Memberikan pengetahuan dan bimbingan dalam melaksana kan aktifitas kehidupan sehari-hari.
7. Penyandang Patologi Sosial
Berbeda dengan sasaran dakwah khusus yang lain, penyandang patologi sosial adalah masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan berbagai penyakit sosial yang berkembang, mulai dari pelacuran, homoseksual, perjudian, minuman alkohol dan penggunaan narkoba dan zat-zat adiktif lainnya.
Mereka biasanya tinggal di pinggiran-pinggiran kota yang padat penduduk, kumuh dan miskin. Ada juga yang tinggal di pemukiman khusus yang biasanya banyak terdapat di kota-kota pelabuhan dan kota-kota besar lainnya.
Berdakwah di kalangan masyarakat dengan berbagai penyakit sosial memang diperlukan strategi khusus dan kerja-sama yang intensif dengan pihak-pihak terkait, seperti departe-men sosial, kepolisian dan Badan Narkotika serta LSM-LSM lainnya yang konsern terhadap berbagai permasalahan penyakit sosial.
Tujuan :
a. Berusaha membebaskan masyarakat dari berbagai prilaku kehidupan sosial yang merugikan.
b. Memberikan bimbingan kehidupan beragama dengan meng-hidupkan suasana ibadah di kalangan masyarakat.


9. Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah
Dalam lembar tanfidz keputusan muktamar Muhammadiyah ke-39 terbitan PP Muhammadiyah tertanggal 29 Muharam 1395 / 10 Februari 1975 yang ditandatangani oleh pejabat PP Muhammadiyah : H.M. Djindar Tamimy dan H. Djarnawi Hadikusuma pada halaman 29-33 lampiran I tentang realisasi jama’ah dan dan dakwah jama’ah dalam konsep Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah, dinyatakan bahwa gerakan yang dimaksud dalam rangka Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah ialah suatu usaha Persyarikatan Muhammadiyah melalui anggotanya yang tersebar di seluruh tanah air untuk secara serempak teratur dan berencana meningkatkan keaktifannya dalam membina lingkungannya ke arah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin.
Namun demikian, gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah yang diidealkan sampai saat ini tampaknya belum menjadi kenyataan yang menggembirakan. Terbaca pada “Pengantar” buku Gerakan Jama’ah dan Dakwah Jama’ah yang diterbitkan oleh MTDK PPM (2006) beberapa faktor sebagai berikut; (1) Informasi / penjelasan tak tersebar secara merata; (2) Pergeseran nilai kegotong-royongan ke individualistis; (3) Masih adanya pengurus Persyarikatan yang tidak mau melaksanakan gerakan dakwah jama’ah; (4) Masih adanya sikap mental acuh tak acuh warga Muhammadiyah akan pelakanaan cita-cita luhur Muhammadiyah; (5) Belum semua warga Muhammadiyah siap melakukan perubahan; (6)Belum semua warga Muhammadiyah siap ittiba’ Rasul dalam hidup berjama’ah/ bermasyarakat.
Sementara pihak melihat bahwa, sebagian warga Persyarikatan menunaikan hidup berjamaah dan bermuhammadiyah pada dimensi formalitas organisasi/persyarikatan semata, dalam artian hanya sebagai rutinitas yang pada titik tertentu justeru membosankan, dan lekas kehilangan stamina. Dalam ungkapan yang lain, kesadaran kita baru pada wilayah ’aqliyah-jasadiyah dan belum menembus relung jiwa yang terdalam, ruhiyah-qalbiyah kita. Dapat pula dikatakan, kita belum menyadari dengan baik dan kemudian mengamalkan bahwa, berjamaah atau bermuhammadiyah sejatinya adalah tuntutan yang bersifat syar’iy, berdasarkan nash-nash Al-Qur’an, Sunnah serta tauladan yang aktual pada masa dakwah Rasulullah SAW dan para Sahabat beliau, radlyallahu ’anhum.
Beberapa ayat Al-Qur’an berikut ini dapat kita tadabburi berasama:
 Surah Ali Imran ayat 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
 Surah Ali Imran ayat 105
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
 Surah Al-Rum ayat 31-32
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ. مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
 Surah Al-Tawbah ayat 107-108
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ. لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا
 Surah An-Nisa’ ayat 59
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Adapun hadis-hadis Rasulullah SAW adalah :
 HR Bukhari dan Muslim
لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث النفس بالنفس والثيب الزاني والمفارق لدينه التارك للجماعة
 HR Bukhari & Muslim
عن حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
 HR Bukhari
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ...وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ
 HR Muslim
عن عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أن رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ
Beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan berjamaah merupakan tuntutan dan kewajiban secara syar’iy yang mesti disadari dan diamalkan oleh setiap muslim. Berjama’ah bukanlah hanya tuntutan formalitas organisasi semata.
Jamaah, menurut Al-Imam Asy-Syathiby, tidak lepas dari beberapa pengertian berikut; umat Islam yang sepakat (ijma’) atas suatu urusan; mayoritas umat Islam; jama’ah para ulama dan ahli ijtihad; umat Islam yang sepakat atas satu pemimpin/amir; jama’ah secara spesifik ialah golongan para sahabat radliallahu ‘anhum. Namun beliau lebih cenderung untuk menyatakan bahwa jama’ah ialah jama’ah umat Islam jika mereka berkumpul dibawah kepemimpinan seorang amir/pemimpin. Demikian pula dipertegas oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab beliau Fathul Bary.
DR Abdul Hamid Hindawy dalam kitabnya “Kayfa Al-Amru Idza Lam Tahun Jama’ah; Dirasat Hawla al-Jama’ah wa al-Jama’at” mengidentifikasi makna jama’ah menjadi dua; dimensi teoritis yakni komitmen dan berpegang teguh pada apa yang digariskan oleh Rasulullah SAW dan juga diikuti oleh para sahabat; dimensi praksis/politis yakni berkumpulnya seluruh umat Islam dibawah kepemimpinan seorang pemimpin/amir.
Dengan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, saat ini tidak ditemukan Jama’ah Islam dalam dimensinya yang praksis/politis, di mana seluruh umat Islam di dunia bernaung di bawah kepepmimpinan seorang pemimpin/amir/khalifah. Fakta ini pula yang mengantarkan kita kepada kesimpulan lain, di mana tidak seorangpun atau jama’ah pun yang dapat mengklaim diri sebagai perwujudan otentik dari Jama’ah Islam universal yang wajib diikuti (diberikan sumpah setia/ bai’at) sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis-hadis tentang jamaah. Yang ada dan dapat kita akui bersama untuk saat ini ialah adanya “jama’atun minal muslimin”, “satu jamaah dari keseluruhan umat Islam.”
Lalu bagaimana kita menjalankan perintah berjamaah yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadis-hadis shahih tertera di atas? Menurut Dr. Sholah Ash-Shawi ada 2 cara yang dapat ditempuh oleh setiap muslim :
Pertama; Komitmen (iltizam) dengan salah satu jama’ah dari berbagai jama’ah yang ada, dengan sebuah pandangan bahwa ini adalah sebuah usaha untuk menuju adanya “Jama’atul Muslimin” sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW, dengan melihat dan mempertimbangkan mana diantara jama’ah-jama’ah tersebut yang lebih dekat kepada Al-Qur’an dan Sunnah, lebih komprehensif, matang dalam mempertimbangkan antara mashalih dan mafasid, lebih memiliki kemampuan, potensi dan kekuatan untuk melaksanakan amal Islam yang sempurna.
Kedua; Komitmen (iltizam) dengan Jama’atul Muslimin, Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Mereka memiliki otoritas untuk mengambil keputusan dalam segala kepentingan dan kemaslahatan umat Islam. Hal sedemikian akan terwujud jika ada seorang pemimpin yang dapat diikuti secara bulat oleh keseluruhan umat Islam. Atau dapat pula, dalam proses menuju terwujudnya Jama’atul Muslimin, diadakan kepemimpinan kolektif yang dapat melakukan komunikasi aktif dengan seluruh elemen dan jama’ah-jama’ah yang ada, tanpa harus memberlakukan keharusan untuk menjadi anggota di salah satu dari jama’ah-jama’ah tersebut.
Berdasarkan pada pokok pikiran di atas, dalam konteks berjama’ah di Persyarikatan kita ini atau berMuhammadiyah, tampaknya lebih dekat dengan solusi pertama di atas. Oleh karena itu, adalah sebuah kewajiban syar’iy bagi setiap warga Persyarikatan untuk muhasabah atas dirinya sendiri mengapa Muhammadiyah yang menjadi pilihannya.
 Tadabbur Sirah Nabawiyah : Gerakan Dakwah & Gerakan Jama’ah Rasulullah SAW
Secara ringkas, model gerakan jamaah dan dakwah jamaah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Untuk membangun sebuah jamaah, Rasulullah SAW mensosialisasikan prinsip-prinsip Islam dan pokok ajarannya. Syi’arnya ialah :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Dalam hal ini Rasulullah SAW menjalankan beberapa hal berikut;
a. Mengintensifkan dakwah perorangan. Dakwah fardiyah ini dilakukan oleh Rasulullah SAW pada fase dakwah sirriyah. Metode ini sangat relevan untuk dilakukan pada awal pembentukan jama’ah, ataupun di saat adanya tindakan refresif dari pihak penguasa.
b. Dakwah jama’ah, mengintensifkan relasi kepada public (jumhur). Hal ini dilakukan oleh Rasulullah SAW pada masa dakwah jahriyah.
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
2) Menata manajemen dakwah.
Menentukan skala prioritas dalam berdakwah. Rasulullah SAW menegaskan eksistensinya sebagai pembawa risalah tauhid An-Nahl ayat 36 :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
3) Setelah jamaah terbentuk, Rasulullah SAW menyiapkan jama’ah tersebut untuk menyebarkan ajaran yang telah diterimanya.
وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ ءَامَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ لَمْ يُؤْمِنُوا فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
a. Pada fase sirriyah : sahabat yang telah menerima dakwah berkisar antara 3-5 orang. Mereka kumpul setiap hari, tempat dan waktu yang bervariasi.
b. Pada fase jahriyah : Mengadakan pengajian umum, halaqah kabirah. Juga mengadakan rihlah dakwah jama’iyyah. Ada pula langkah-langkah untuk mengkondisikan dakwah dengan ceramah/khutbah, maw’idzah.
4) Langkah berikutnya, mengirim sahabat untuk berdakwah ke luar Makkah. Mush’ab ibn ‘Umair diutus ke Madinah dalam rangka pengkondisian pra-hijrah.
Demikianlah, secara ringkas, gerakan jamaah dan dakwah jamaah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam sirahNya.

 GJDJ Muhammadiyah
Gerakan yang dimaksud dalam rangka gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah di sini adalah suatu usaha Persyarikatan Muhammadiyah, melalui anggotanya yang tersebar di seluruh tanah air, untuk secara serempak teratur dan terencana meningkatkan keaktifannya dalam membina lingkungannya ke arah kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, bertujuan :
a) Menumbuhkan dan membina hidup berjamaah yaitu hidup bersama yang serasi, rukun dan dinamis;
b) Menumbuhkan dan membina hidup sejahtera, yakni hidup yang terpenuhi kebutuhan lahir dan batin bagi segenap warga jama’ah;
c) Kesemuanya itu untuk mengantarkan warga jama’ah dalam pengabdiannya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kepada bangsa dan negara serta kemaslahatan manusia pada umumnya.

Materi GJDJ ialah sebagai berikut :
a) Bidang pendidikan: menumbuhkan kesadaran dan memberikan pengertian tentang mutlak perlunya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda, khususnya pendidikan agamanya, untuk menjadi pegangan hidup dan kehidupannya di masa depan;
b) Bidang sosial: membina kehidupan yang serasi antara keluarga yang satu dengan yang lainnya, saling tolong menolong dan bantu membantu mengatasi kesulitan yang sedang dialami oleh anggota jama’ahnya. Menghilangkan sifat egois dan menutup diri;
c) Bidang ekonomi: berusaha mencegah kesulitan-kesulitan ekonomi/ penghidupan yang dialami oleh anggota jama’ahnya, antara lain dengan membantu permodalan, mencarikan pekerjaan, memberikan latihan ketrampilan/ keahlian dan sebagainya;
d) Bidang kebudayaan: membina kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam sebagai sarana / alat da’wah dan mengikis/ menghindarkan pengaruh kebudayaan yang merusak, dari manapun datangnya;
e) Bidang hukum: membina kesadaran dan memberikan pengertian tentang tertib hukum untuk kebaikan bersama dalam kemasyarakatan. Melaksanakan dan mempraktekkan ajaran-ajaran agama (Islam) yang berhubungan dengan mu’amalah duniawiyah;
f) Bidang hubungan luar negeri (solidaritas): menumbuhkan rasa setia kawan dan simpati terhadap sesama umat Islam khususnya dan umat manusia umumnya yang sedang mengalami musibah, penderitaan, penindasan dan sebagainya kemudian menyata-laksanakannya dengan mengumpulkan bantuan dan sebagainya.

Metode GJDJ ialah sebagai berikut :
a) Dakwah jama’ah dilaksanakan oleh sekelompok kecil warga jama’ah (inti jama’ah) yang ditujukan kepada kelompok (jama’ahnya);
b) Inti jama’ah bertindak sebagai penggerak kelompok yang merencanakan, melaksanakan dan menilai langkah-langkah dan materi da’wahnya;
c) Dakwah jama’ah menggunakan teknik-teknik pembinaan masyarakat (community development).

Sifat GJDJ ialah :
a) Da’wah jama’ah dilaksanakan atas nama pribadi masing-masing muballigh;
b) Da’wah jama’ah bersifat informil, artinya tidak mengikatkan dirinya kepada instansi / lembaga yang formil;
c) Instansi/lembaga-lembaga masyarakat yang ada menjadi tempat menyalurkan kegiatan warga berjama’ah.

10. Dakwah Kultural Muhammadiyah
Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan kondisi empirik yang diarahkan kepada pengembangan kehidupan islami sesuai dengan paham Muhammadiyah yang bertumpu para pemurnian pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dengan menghidupan ijtihad dan tajdid, sehingga purifikasi dan pemurnian ajaran Islam tidak harus menjadi kaku, rigid, dan eksklusif, tetapi menjadi lebih terbuka dan memiliki rasionalitas yang tinggi untuk dapat diterima oleh semua pihak. Dengan memfokuskan pada penyadaran iman melalui potensi kemanusiaan, diharapkan ummat dapat menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam yang kaffah secara bertahap sesuai dengan keragaman sosial, ekonomi, budaya, politik, dan potensi yang dimiliki oleh setiap kelompok ummat.
Dalam rumusan hasil Sidang Tanwir yang telah dibukukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dijelaskan bahwa:
“Dakwah kultural merupakan menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”
Atas dasar pemikiran tersebut, dakwah kultural dapat dipahami dalam dua pengertian, yaitu pengertian umum (makna luas) dan pengertian khusus (makna sempit). Dakwah kultural dalam arti luas dipahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk berbudaya dalam rangka menghasilkan kultur alternatif yang bercirikan Islam, yakni berkebudayaan dan berperadaban yang dijiwai oleh pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam yang murni bersumber dari al-Quran dan sunnah Nabi, dan melepaskan diri dari kultur dan budaya yang dijiwai oleh syirik, takhayul, bid’ah, dan khurafat.
Adapun dalam pengertian khusus, dakwah kultural adalah kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan, dan memanfaatkan adat-istiadat, seni, dan budaya lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dalam proses menuju kehidupan Islami sesuai dengan manhaj Muhammadiyah yang bertumpu pada prinsip tajdid, dengan purifikasi dan dinamisasi (pembaharuan).
Munculnya konsep dakwah kultural, sebagaimana diputuskan oleh Sidang Tanwir Muhammadiyah, Januari 2002 di Bali, didorong oleh keinginan Muhammadiyah untuk mengembangkan sayap dakwahnya menyentuh ke seluruh lapisan umat Islam yang beragam kondisi sosio-kulturalnya. Dengan dakwah kultural, Muhammadiyah ingin memahami pluralitas budaya, agar dakwah yang ditujukan kepada mereka dilakukan dengan dialog kultural, sehingga akan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandang kurang menguntungkan. Akan tetapi dakwah itu sendiri tetap berpegang pada prinsip pemurnian (salafiyyah) dan pembaharuan (tajdidiyah). Dengan demikian, dakwah kultural sebenarnya akan mengokohkan prinsip-prinsip dakwah dan amar makruf nahi munkar Muhammadiyah yang bertumpu pada tiga prinsip : tabsyir, islah, dan tajdid.
Prinsip tabsyir adalah upaya Muhammadiyah untuk mendekati dan merangkul setiap potensi umat Islam (umat ijabah) dan umat non-muslim (umat dakwah) untuk bergabung dalam naungan petunjuk Islam dengan cara-cara yang bijaksana, pengajaran dan bimbingan yang baik, dan mujadalah (diskusi dan debat) yang lebih baik. Kepada ummat ijabah (ummat yang telah memeluk Islam), tabsyir ditekankan pada peningkatan dan penguatan visi/semangat dalam ber-Islam. Sementara kepada ummat dakwah (ummat non-muslim), tabsyir ditekankan pada pemberian pemahaman yang benar dan menarik tentang Islam, serta merangkul mereka untuk bersama-sama membangun masyarakat dan bangsa yang damai, aman, tertib dan sejahtera. Dengan cara ini, dakwah kepada non-muslim tidak diarahkan untuk memaksa mereka memeluk Islam, tetapi membawa mereka pada pemahaman yang benar tentang Islam. Dengan begitu diharapkan mereka tertarik kepada Islam, bahkan dengan sukarela memeluk ajaran Islam.
Prinsip islah ialah upaya membenahi dan memperbaiki cara ber-Islam yang dimiliki oleh ummat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, dengan cara memurnikannya sesuai petunjuk syar’i yang bersumber pada al-Quran dan sunnah Nabi. Hal ini dapat diartikan bahwa setelah melakukan dakwah dengan tabsyir, maka ummat yang bergabung diajak bersama-sama memperbaiki pemahaman dan pengamalannya terhadap Islam. Ummat yang telah bergabung dalam dakwah tabsyiriyah memiliki background yang beragam baik sosial-ekonomi, sosial-budaya, maupun latar belakang pendidikannya. Keragaman tersebut akan membawa pengaruh pada cara pandang, pemahaman, dan pengamalan Islam yang dalam banyak hal perlu diperbaiki dan dibenahi sesuai dengan pemahaman keagamaan Muhammadiyah, yang bersumber dari al-Quran dan sunnah Nabi.
Prinsip tajdid, sesuai dengan maknanya, ialah mengupayakan pembaharuan, penguatan, dan pemurnian atas pemahaman dan pengamalan Islam yang dimiliki oleh ummat ijabah, termasuk pelaku dakwah itu sendiri. Baik prinsip islah maupun tajdid banyak dilakukan dengan cara menyelenggarakan pengajian dan ta’lim, baik bersifat umum maupun terbatas. Juga mendirikan sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, dan pondok pesantren. Juga dalam bentuk penyelenggaraan riset dan pengembangan dalam pemikiran keislaman, sehingga prinsip Islam dapat diterjemahkan secara ilmiah dan aktual.
11. Dakwah Muhammadiyah Dalam Konteks Kehidupan Berbangsa/Bernegara dan Politik Praktis.
Pembicaraan mengenai relasi dakwah dan politik bukanlah hal baru di Muhammadiyah. Bahkan dapat dikatakan bahwa “perdebatan” ini telah muncul di awal-awal kelahiran Muahammadiyah itu sendiri. Pembuktiannya secara otentik dapat kita telusuri dalam penuturan KRH Hadjid yang sanad-nya muttashil kepada KH Ahmad Dahlan.
KRH Hadjid adalah seorang alumnus Pondok Pesantren Termas sekaligus murid termuda KH Ahmad Dahlan, menulis 7 falsafah ajaran dan 17 kelompok ayat Al-Qur’an yang menjadi pokok wejangan dan pelajaran dari pendiri Persyarikatan Muhammadiyah kita. KRH Hadjid berkeyakinan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dalam masyarakat dapat diatasi dengan ketujuh falsafah tersebut sebagaimana ketujuh belas kelompok ayat Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai pegangan pokok oleh para pewaris Muhammadiyah yang tidak sedikit diantara mereka telah meninggalkan jiwa/ruhiyah Muhammadiyah itu sendiri.
Ketika KHA Dahlan menerangkan kelompok ayat ke-12 “wa ana minal muslimin” (Al-An’am:162-163) :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Pada tahun 1918, menurut KRH Hadjid (ketika itu berusia 23 tahun), diadakan rapat tahunan anggota Muhammadiyah yang diselenggarakan di depan Madrasah Muhammadiyah Soronatan Yogyakarta. Pada rapat tersebut dibicarakan tentang AD/ART Muhammadiyah. KH Suprapto Ibnu Juraimi, yang berguru langsung kepada KRH Hadjid menjelaskan bahwa, ketika itu terdapat dua pendapat dalam sidang. Pertama, KHA Dahlan yang menghendaki agar Muhammadiyah ini tetap sebagai gerakan dakwah. Kedua, KH Agus Salim mengusulkan agar Muhammadiyah menjadi organisasi politik.
Pembicaraan tersebut kemudian dihentikan oleh KH A Dahlan dengan mengetuk palu pimpinan sambil berdiri. Ketika Susana tenang, KH A menggugah para peserta sidang dengan dua pertanyaan yang menggelorakan jiwa : “Apakah saudara-saudara sudah mengerti benar tentang Islam dan apakah arti Islam yang sebenar-benarnya?”; “Apakah saudara-saudara ini senang dan brani menjalankan Islam dengan sesungguhnya?.”
Riwayat terbaca di atas secara eksplisit meneguhkan keyakinan Pendiri Muhammadiyah agar Persyarikatan ini berkiprah di ranah dakwah, keagamaan dan kemasyarakatan serta tidak bergerak pada ranah gerakan politik praktis.
DR. Haedar Nashir, M.Si., ketua PP Muhammadiyah, makalahnya yang bertajuk “Tantangan Dakwah Muhammadiyah Dimensi Pendidikan dan Politik” pada Rapat Kerja Nasional MTDK di Semarang, 20-22 Pebruari 2009 menegaskan bahwa, dengan karakter dan misi sebagai gerakan dakwah dan tajdid itu, maka muhammadiyah sejak awal kelahirannya tidak memilih jalur perjuangan politik dan tidak menjadikan dirinya sebagai gerakan atau partai politik. Dalam bahasa sehari-hari sering dinyatakan bahwa muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan bukan gerakan politik. Deklarasi dan sekaligus pemagaran diri muhammadiyah dari politik, khususnya politik-praktis(politik berorientasi pada perjuangan meraih kekuasaan di ranah negara sebagaimana partai politik, perjuangan di kancah real politics), secara organisatoris dan kelembagaan kemudian dikukuhkan melalui khittah muhammadiyah, yang disertai dengan kebijakan-kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah maupun produk-produk Permusyawaratan dalam Muhammadiyah dalam melaksanakannya.
Kristalisasi paham Muhammadiyah menyangkut relasi dakwah dan politik dapat dilacak melalui rumusan-rumusan khithah-khithah perjuangan yang telah digariskan dalam permusyawaratan Persyarikatan.
Dalam keputusan Tanwir tahun 1967 menjelang Muktamar ke-38 tahun 1968 dinyatakan tentang beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan pentingnya Khithah Perjuangan Muhammadiyah yakni kebulatan sikap/tekad Muhammadiyah untuk menetapkan diri sebagai “Gerakan Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar di dalam bidang masyarakat”.
Dalam Khithah Perjuangan Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya menerangkan sebagai berikut :
 Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengandakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya,Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya
 Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
 Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun.
 Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Secara lebih tegas lagi, sikap Muhammadiyah terhadap pergerakan di ranah politik praktis terbaca pada “Khithah Perjuangan Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” berdasarkan pada Keputusan Tanwir Denpasar 2002 berikut ini :
 Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahimunkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
 Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".
 Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
 Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.

 Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisikondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:
 Muhammadiyah meyakii bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban,kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur".
 Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsipprinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
 Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.
 Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
 Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
 Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
 Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar.
 Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
Dari perspektif normative-teologis, sejatinya sikap Muhammadiyah dalam mendudukkan domain dakwah dan politik ataupun relasi antar keduanya memiliki pijakan yang tepat dan jelas. Terbaca dalam Sirah Nabawiyah bagaimana Rasulullah s.a.w. bersikap terhadap berbagai tawaran masyarakat Quraisy, termasuk di antaranya beliau diminta secara aklamasi untuk menjadi pemimpin bangsa Arab. Tawaran politik tersebut disikapi dengan sangat cerdas, dan bahkan dengan bahasa yang puitis. Intinya bahwa, Rasulullah s.a.w. menolak tawaran politis bergengsi masyarakat Quraisy dan lebih memilih untuk terus berdakwah secara cultural di tengah-tengah masyarakat Makkah yang kemudian kita kenal sebagai gerakan dakwah sirriyah dan jahriyah.




III. SISTEM DAKWAH
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘sistem’ berarti : perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Adapun sistem dakwah yang peulis maksud ialah, sejumlah unsur dan perangkat dalam kegiatan dakwah yang saling terkait (integral) untuk mencapai tujuan dan target dakwah. Beberapa unsur penting dalam kegiatan dakwah sebagi berikut :
1) Da’i/Muballigh
a. Kompetensi da’i/Muballigh. Maksudnya ialah, sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan da perilaku serta keterampilan tertetu yang harus ada pada diri dai agar dia dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
 Kompetensi subtantif: pemahaman Islam yang cukup, tepat dan benar; berakhlaq karimah; mengetahui perkembangan pengetahua umjum yang relative luas (tsaqafah); pemahaman hakekat dakwah; mencintai mad’u (mitra/peerima dakwah); mengenal kondisi lingkungan dakwah.
Diantara akhlak/kepribadian da’i ialah : ikhlas; Amanah; Shidq/jujur dalam perkataan, niat dan kehendak, tekad, janji dan bekerja; rahmah, rifq dan hilm; Sabar; hirsh; tsiqah (kepercayaan yang teguh bahwa Allah SWT akan menampakkan kebenaran agamaNya); wa’yu (kesadaran untuk terus menambah bekal dakwah).
Oleh karena setiap warga Persyarikatan adalah seorang muballigh dan da’i hendaklah ia selalu iltizam (committed) dengan kepribadian (syakhshiyyah) Warga Muhammadiyah
1) Memahami hakekat Islam secara menyeluruh mencakup aspek akidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalat dunyawiyah; bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Maqbulah.
2) Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridla Allah SWT semata-mata.
3) Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupannya, dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat sehingga terwujud masyarakat utama yang diridlai oleh Allah SWT.
4) Memiliki semangat jihad untuk memperjuangklan Islam.
5) Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam baik korban waktu, harta, tenaga bahkan nyawa sekalipun.
6) Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan memperjuangkan Islam dengan arti kata tidak mundur karena ancaman dan tidak terbujuk dengan rayuan dan selalu istiqamah dalam kebenaran.
7) Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disukai dan tidak disukai selama berada dalam garis kebenaran. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dia dan pimpinandalam hal yang sifatnya mubah atau ijtihadi dia akan mendahulukan pendapat pimpinan.
8) Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat.
9) Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
10) Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.

 Kompetensi metodologis: kemampuan melakukan idetifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi; kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai cirri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya; kemampuan menyusun langkah perecanaan dakwah yang dapat menjadi problem solving bagi masyarakat; kemampuan untuk merealisasikan perencanaan dakwah.
2) Mad’uw (mitra dakwah). Mereka terdiri dari berbagai macam golongan dan kelompok manusia. Ini berimplikasi pada model, metode, materi dakwah dll., yang variatif tergantung pada kondisi obyektif maduw. Di antaranya;
a. Segi sosiologis ; Masyarakat terasing, pedesaan, kota kecil dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
b. Struktur kelembagaan negara; eksekutif, yudikatif, legislatif
c. Segi tingkatan ; anak-anak, remaja dan orang tua.
d. Segi kelamin; kelamin ; Laki-laki dan perempuan.
e. Segi agama; ; Islam dan kafir atau non muslim
f. Segi kultur keberagamaan; ; Islam dan kafir atau non muslim
g. Segi profesi da mata pencaharian ; mata pencaharian ; Petani, peternak, pedagang, nelayan, karyawan, buruh dll.
h. Struktur ekonomi; Golongan kaya, menegah, dan miskin
i. Segi khusus; khusus ; Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma, tuna karya, dan narapidana.
j. Masyarakat seniman; Komunitas masyarakat seniman, baik seni musik, seni lukis, seni pahat, seni tari, artis, aktris dll.
3) Materi Dakwah; sistematika Akidah, ibadah, muamalah dan akhlaq (tazkyatun Nufus).
4) Wasa’il (Media dakwah) : akhlaq da’i, ini yang utama (perkataan yang hidup, actio speaks leader than a word); lisan (ceramah, peyuluhan, konsultasi dll), tulisan (buku, bulletin, majalah, koran dll) audio-visual (TV, internet, lcd dll.)
5) Thariqah (metode dakwah); hikmah, mawidzah hasaah, al-jadal bi al-ahsan.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
6) Tolak Ukur Pencapaian Tabligh/Dakwah
a. ‘Aqliyah, setelah menerima pesan dakwah, mitra dakwah (mad’uw) akan menyerap isi dakwah tersebut melalui proses berfikir, dan efek kogitif ini bisa terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan dimengerti oleh mad’uw tentang isi pesan yang diterimanya.
b. ‘Athifiyah, efek ini adalah merupakan pengaruh dakwah berupa perubahan sikap, emosi dan tata nilai mad’uw setelah menerima pesan. Sikap adalah sama degan proses belajar dengan tiga variabel sebagai penunjangya, yaitu; perhatian, pengertian dan peerimaan.
c. Khuluqiyah, efek ini merupakan suatu bentuk efek dakwah yang berkenaan dengan pola tingkah laku mad’uw secara nyata dalam merealisasikan materi dakwah yang telah diterima dalam pola tindakan, kegiatan, tindakan dan prilaku sehari-hari.
7) Pendekatan Dakwah (approach)
a. Pendekatan Sosial, sebuah cara adang bahwa mad’uw sebagai makhluk sosial. Model pedekatannya; pendidikan, budaya, politik, ekonomi.
b. Pendekatan psikologis terdiri dari dua aspek pandangan :
 Mad’uw dianggap sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu ia harus dihadai dengan pedekatan persuasif, hikmah da kasih sayang.
 Kenyataan bahwa, di samping mad’uw memiliki kelebihan ia juga memiliki kekurangan dan keterbatasan. Ia gagal mengkomunikasikan tentang diriya karena berbagai problema dan kesulitan hidup. Nah, pendekatan psikologis ini diperlukan oleh mad’uw yang membutuhkan pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan, penyuluhan, curhat dll.
8) Sarana dan dana dakwah
Agar dakwah kita mampu menciptakan / membangun kondisi yang kondusif, maka Muhammadiyah perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan media dakwahnya. Misalnya dalam rangka penguatan SDI perlu sarana untuk melakukan kaderisasi mubaligh seperti lembaga pendidikan kader dan pelatihan mubaligh (pesantren, fakultas agama, pusdiklat mubaligh, system kaderisasi mubaligh dsb.). Sarana transportasi untuk pengiriman mubaligh atau dai seperti mobil, motor, kapal jika mungkin pesawat. dsb. Sarana komunikasi dan penyiaran seperti majalah, bulletin, surat kabar, telepon, radio, tv, web site, internet. Sarana untuk pertemuan seperti masjid, gedung pertemuan dsb. .
Dana, meskipun bukan yang terpenting, tetapi merupakan hal yang sangat penting. Keberhasilan dakwah Nabi dan para sahabat, para khulafaur rasyidin, para mubaligh yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Indonesia), para pendiri organisasi Islam), dan dakwah Islam lainnya antara lain ditentukan oleh tersedianya dana. Jika dana cukup kemungkinan keberhasilan dakwah adalah lebih besar. Sebaliknya jika tidak tersedia dana, biasanya dakwah menjadi tersendat. Dana diperlukan untuk menyiapkan kader dai / mubaligh, untuk pengiriman mubaligh ke berbagai daerah, untuk biaya hidup / gaji mubaligh, untuk jaminan kesehatan mubaligh, untuk menyediakan sarana dan prasarana dan untuk membiayai operasional dakwah seperti penerbitan buku, majalah, pendirian dan dana opersional radio, surat kabar dsb. Dalam pemenuhan sarana dan penggalian dana dakwah, Muhammadiyah menerima sokongan dana yang jelas, halalan thayyiban dan tidak mengikat.

IV. BEBERAPA KAIDAH TABLIGH/DAKWAH
1) Memberi keteladanan sebelum berdakwah
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلون الكتاب أفلا تعقلون (البقرة : 44)
يا أيها الذين آمنوا لم تقولون ما لا تفعلون . كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون
(الصف :2-3)
2) Mengikat hati sebelum mejelaskan
فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين(آل عمران : 159)
3) Mengenalkan sebelum memberi beban
فاعلم أنه لاإله إلا الله (محمد : 19)
4) Bertahap dalam memberi beban
وقرآنا فرقناه لتقرأه على الناس على مكث ونزلناه تنزيلا (الإسراء : 106)
وقال الذين كفروا لولا نزل عليه القرآن جملة واحدة كذلك لنثبت به فؤادك ورتلناه ترتيلا. ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا (الفرقان : 32-33)
5) Memudahkan, bukan menyulitkan
حدثنا محمد بن بشار قال حدثنا يحيى بن سعيد قال حدثنا شعبة قال حدثني أبو التياح عن أنس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا (رواه البخاري ومسلم)
6) Yang pokok (ushul) sebelum yang cabang (furu’)
عن ابن عباس أن معاذا قال بعثني رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : إنك تأتي قوما من أهل الكتاب فادعهم إلى شهادة أن لا إله إلا الله وأني رسول الله فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمنهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد في فقرائهم فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمنهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد في فقرائهم فإن هم أطاعوا لذلك فإياك وكرائم أموالهم واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب (رواه مسلم)
7) Membesarkan hati sebelum memberi ancaman (targhib qabla tarhib)
يا أيها الذين آمنوا هل أدلكم على تجارة تنجيكم من عذاب أليم. تؤمنون بالله ورسوله وتجاهدون في سبيل الله بأموالكم وأنفسكم ذلكم خير لكم إن كنتم تعلمون. يغفر لكم ذنوبكم ويدخلكم جنات تجري من تحتها الأنهار ومساكن طيبة في جنات عدن ذلك الفوز العظيم. وأخرى تحبونها نصر من الله وفتح قريب وبشر المؤمنين. يا أيها الذين آمنوا كونوا أنصار الله كما قال عيسى ابن مريم للحواريين من أنصاري إلى الله قال الحواريون نحن أنصار الله فآمنت طائفة من بني إسرائيل وكفرت طائفة فأيدنا الذين آمنوا على عدوهم فأصبحوا ظاهرين (الصف :10-14)
8) Kita mendidik mad’uw, bukan memamerkan kesalahanya.
عن أبي أمامة قال ان فتى شابا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ائذن لي بالزنا فأقبل القوم عليه فزجروه وقالوا مه مه فقال أدنه فدنا منه قريبا قال فجلس قال أتحبه لأمك قال لا والله جعلني الله فداءك قال ولا الناس يحبونه لأمهاتهم قال أفتحبه لابنتك قال لا والله يا رسول الله جعلني الله فداءك قال ولا الناس يحبونه لبناتهم قال أفتحبه لأختك قال لا والله جعلني الله فداءك قال ولا الناس يحبونه لأخواتهم قال أفتحبه لعمتك قال لا والله جعلني الله فداءك قال ولا الناس يحبونه لعماتهم قال أفتحبه لخالتك قال لا والله جعلني الله فداءك قال ولا الناس يحبونه لخالاتهم قال فوضع يده عليه وقال اللهم اغفر ذنبه وطهر قلبه وحصن فرجه فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء ( مسند أحمد بن حنبل [ جزء 5 - صفحة : 256 [ تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح رجاله ثقات رجال الصحيح (المكتبة الشاملة)

V. PENGEMBANGAN MATERI TABLIGH/DAKWAH INTENSIF MUHAMMADIYAH
1. Pemahaman dan Pendalaman Aqidah Tauhid
a) Makna Syahadat:
 Urgensi Syahadat
 Kandungan Syahadat,
 Al-Wala wa al-Bara
 Al-Islam sebagai Risalah Yang Agung
 Syarat Diterimanya Syahadat
 Konsekwensi dan Realisasi Syahadat
 Buah Syahadatain: Celupan dan Perubahan
b) Mengenal Allah (Ma’rifatullah)
 Urgensi Mengenal Allah
 Cara Mengenal Allah
 Penghalang Ma’rifatullah,
 Tauhidullah
 Pemurnian Ibadah
 Bahaya Kemusyrikan
 Mahabbah dan Ma’iyyatullah (Cinta dan Kesertaan Allah)
 Buah ma’rifah, mahabbah dan ma’iyyatullah
c) Mengenal Rasulullah
 Kebutuhan Manusia terhadap Rasul Allah
 Definisi dan Kedudukan Rasul
 Tugas dan sifat-sifat Rasul
 Kekhususan Risalah Nabi Muhammad SAW,
 Kewajiban Muslim terhadap Rasulullah SAW.
 Hasil Ittiba’u al-Rasul SAW.
d) Mengenal Dinul Islam:
 Makna Islam
 Islam dan Sunnatullah
 Kamalul Islam (Kesempurnaan Islam)
 Islam sebagai Pedoman Hidup (Manhaj al-Hayat)
 Islam sebagai Akhlak
 Islam sebagai Fikrah
 Islam sebagai satu-satunya agama yang benar.
e) Mengenal Al-Quran
 Ta’rif Al-Quran
 Nama-nama Al-Quran dan Maknanya
 Kewajiban beriman kepada Al-Quran
 Bahaya melupakan/meninggalkan Al-Quran
 Syarat Mengambil Manfaat dari Al-Quran.
 Cara yang benar Memahami dan mengamalkan Al-Quran
f) Beberapa Permasalahan Yang Bertentangan Dengan Kesempurnaan Tauhid
 Tawassul Bid’ah
 Kubur sebagai Masjid
 Sikap Ghuluw Terhadap orang shalih
 Kultus Individu dan benda-bekannda
 Hari Raya dan ritual-ritual bid’ah
g) Konsep Al-Wala’ wa al-Bara’
 Definisi Al-Wala’ wa al-Bara’
 Kedudukan Al-Wala’ wa al-Bara’ dalam Islam
 Hukum-hukum seputar Al-Wala’ wa al-Bara’
 Pembagian manusia dalam Al-Wala’ wa al-Bara’

2. Pemahaman dan Pendalaman Ibadah
a) Makna Ibadah
b) Ruang Lingkup Ibadah dalam Islam
c) Prinsip dan Syarat-syarat diterimanya Ibadah
d) Kajian Ibadah Harian/Praktis
 Kitab Thaharah
 Kitab Shalat
 Shalat Jamaah dan Jum’ah
 Shalat-shalat Sunnah
 Kitab Shiyam
 Shiyam Sunnah
 Kitab Janazah
 Kitab Zakat, Infaq dan Shadaqah
 Kitab Haji
e) Kajian Munakahah
f) Kajian tentang Makanan dan Minuman
3. Pemahaman dan Pendalaman Akhlak
a) Ta’rif Akhlak; sumber; ruang lingkup; kedudukan; keistimewaan Akhlaq Islam
b) Perbandingan antara Akhlak dengan Etika, Moral dan Budi Pekerti
c) Akhlak kepada Allah s.w.t.
d) Akhlaq kepada Rasulullah s.a.w.
e) Akhlak Pribadi
f) Akhlak Dalam Keluarga
g) Akhlak Berasyarakat
h) Akhlak Bernegara dan Berpolitik
i) Akhlak dalam Berbisnis
j) Akhlak kepada Lingkungan Alam
4. Pemahaman dan Pendalaman Muamalah Islam
a) Pengertian Muamalah
b) Ruang Lingkup Muamalah Islam
c) Prinsip dan Dasar-dasar Muamalah Islam
d) Fiqh Jual Beli dalam Islam
e) Bank dan Lembaga Keuangan Islam
f) Mudharabah, Musyarakah, Murabbahah
5. Kebudayaan dan Peradaban Islam
a) Qaidah-qaidah Pendidikan dalam Islam
b) Pendidikan sebagai tempat penyemaian Kader
c) Islam dan Kecenderungan Budaya Lokal (sinkretik-syirk)
d) Islam dan Kecenderungan Budaya Global (hedonistic-munkarat)
e) Seni-budaya Islami
6. Manusia dalam Pandangan Islam
a) Pengertian dan Hakekat Manusia
b) Potensi Manusia
c) Jiwa dan Sifat Manusia
d) Missi dan Tugas Manusia
e) Membangun Keseimbangan
f) Membangun Kejayaan
7. Tantangan Ghazwul Fikri
a) Definisi Ghazwul Fikri
b) Fase-fase Ghazwul Fikri
c) Sarana dan Media Ghazwul Fikri
d) Sekularisasi dan Sekularisme
e) Pluralisme Agama dan Budaya
f) Liberalisasi Pemikiran Agama
g) Beberapa Metode Menghadapi Ghazwul Fikr
8. Kajian Ideologi dan Strategi Perjuangan Muhammadiyah
a) Muqadimah AD
b) MKCH
c) Kepribadian
d) Langkah Dua Belas
e) Pedoman Hidup Islami
f) Khittah Muhammadiyah dari masa ke masa.
9. Kajian Kapita Selekta
a) Kajian Ayat-ayat Al-Quran dan al-Sunnah tentang Sosial Politik
b) Kajian Ayat-ayat Al-Quran dan al-Sunnah tentang Kepemimpinan
c) Kajian Politik Islam: Teoritis dan Empiris
d) Kajian Perundang-undangan Islam (Taqnin Syari’ah)
e) Problematika Keumatan dan Langkah Dakwah
f) dsb.
10. Bentuk Pengajian
a) Pengajian Rutin Pimpinan (sesuai tingkatan)
b) Pengajian Khusus Kader Tabligh dan Organisasi
c) Pengajian Khusus Mubaligh (Korps Mubaligh)
d) Pengajian Anggota Jamaah
e) Pengajian Anggota Ranting
f) Pengajian Anggota Cabang


والله أعلم بالصواب